Woensdag 05 Junie 2013

Pengertian Anatomi Antebrachii

Antebrachi adalah dua tulang panjang yaitu radius dan ulna, namun kita harus memperhatikan syarat pada setiap pemeriksaan tulang panjang, selain objek inti yang kita foto, kedua persendian tulang harus tampak. Jadi pada pemeriksaan antebrachii kita juga perlu mengetahui tulang carpal yaitu sendi bawah pada pergelangan tangan dan juga sendi siku yaitu 1/3 distal humerus.
Pemeriksaan ossa antebrachii adalah salah satu pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan media kontras. Indikasi pada ossa antebrachii yang sering terjadi adalah fraktur. Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang ( patah tulang ) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak.
CV. Akmal Djaya Khatulistiwa menjual Paket Radiology sebagai berikut:

Teknik Radiografi Os. Pedis

1. Anatomi Os. Pedis
Terdiri atas26 tulang,yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os cuneiform, dan os cuboid. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu : 
  • forefoot (metatarsal dan toes), 
  • midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid), 
  • hindfoot  (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).
Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan longitudinal dan arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior) kaki disebut dengan dorsum atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan plantar. Karena ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan bagian tulang kaki.


2. Definisi
Merupakan ilmu yang mempelajari tata cara pemeriksaan os. pedis (tulang kaki) dengan menggunakan sinar-x untuk menegakkan diagnosa.

3. Klinis
  • Fracture 
  • Kelainan Patologis
  • Dislokasi
4. Persiapan Pemeriksaan
  1. Persiapan Pasien
    • Daerah yang diperiksa bebas dari benda logam
  2. Persiapan Alat/Bahan
    1. Pesawat sinar-x
    2. Kaset dan film 24 x 30 cm
    3. Load pembagi
    4. Marker
  3. Proteksi Radiasi 
    1. Gonad shield
    2. Apron
    3. Batasi lapangan penyinaran
5. Teknik Pemeriksaan
  • Proyeksi AP/AP Axial
    • Posisi pasien : Pasien supine. Kaki difleksikan dan telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
    • Posisi obyek : Telapak kaki menempel pada kaset. Kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR :  
      • 1) 10º (ke arah os calcaneus), CP: Metatarsal ke-3  
      • 2) vertikal / tegak lurus kaset, CP: Metatarsal ke-3
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran AP dari ossa metatarsal, ossa phalanx, ossa tarsal.

  • Proyeksi AP Oblique (lateral rotation)
    • Posisi pasien :  Pasien supine. Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
    • Posisi obyek : Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap kaset pada sisi lateral.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset 
    • CP : Metatarsal ke-3 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran AP oblique pada daerah ossa phalanx, ossa metatarsal. Tampak persendian os cuneiform medial dan intermedial. 

  • Proyeksi AP Oblique (median rotation)
    • Posisi pasien : Pasien supine. Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
    • Posisi obyek : Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap kaset pada sisi medial.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset 
    • CP : Metatarsal ke-3 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran AP oblique pada daerah ossa phalanx, ossa metatarsal. Tampak persendian os cuboideum dan os calcaneus serta daerah persendian os cuneiform lateral. 

  • Proyeksi PA Oblique (Medial Rotation)
    • Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent dengan lutut difleksikan.
    • Posisi Obyek : Atur dorsal pedis pada pertengahan kaset horizontal. Rotasikan kearah medial sehingga sisi lateral pedis membentuk sudut 45º terhadap kaset.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset
    • CP : Pertengahan kaki pada The base of Metatarsal V
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran PA Oblique pedis. Tampak persendian didaerah ossa tarsalia.

  • Proyeksi PA Oblique (Methode Grashey)
    • Posisi pasien : Pasien prone, punggung/dorsal pedis menghadap meja pemeriksaan.
    • Posisi obyek : Bagian dorsal pedis menghadap kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
    1. Diendorotasikan sehingga sisi medial membentuk sudut 30º terhadap kaset.
    2. Dieksorotasikan sehingga sisi lateral membentuk sudut 20º terhadap kaset.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset
    • CP : Pada The base of metatarsal III 
    • Kriteria gambar : 
    1. Tampak gambaran PA oblique pedis. Tampak persendian metatarsal I & II bebas dari superposisi, os cuneiform medialis bebas dari superposisi dan tampak os navicular.
    2. Tampak gambaran PA oblique pedis. Tampak corpus dari metatarsal III s/d V bebas dari superposisi. Tampak tuberositas metatarsal V dan os cuboideum.





 
  • Proyeksi Lateral (medio lateral)
    • Catatan : *proyeksi ini sering dilakukan karena relatif lebih nyaman untuk pasien
    • Posisi Pasien : Pasien supine / duduk diatas meja pemeriksaan. Kaki yang tidak diperiksa ditekuk ke belakang.
    • Posisi obyek : Atur pedis true lateral, sisi lateral pedis menempel pada kaset horizontal. Fleksikan pedis sehingga membentuk sudut 90º terhadap ossa cruris.
    • FFD : 90 – 100 cm
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset 
    • CP : Pada The base of Metatarsal III 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran lateral pedis dan daerah distal os tibia dan fibula.

  • Proyeksi Lateral (latero medial)
    • Posisi Pasien : Pasien supine / duduk diatas meja pemeriksaan. Kemudian untuk kenyamanan pasien, tubuh pasien diposiskan oblique (LPO/RPO).
    • Posisi obyek : Atur os pedis true lateral, sisi medial pedis menempel pada kaset horizontal. Fleksikan os pedis sehingga membentuk sudut 90º terhadap ossa cruris.
    • FFD : 90 – 100 cm 
    • CR : Vertikal / tegak lurus kaset 
    • CP : Pada The base of Metatarsal III 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran lateral (lateromedial) os pedis dan daerah distal os tibia dan fibula.

  • Proyeksi Lateral - (Lateromedial Methode Weight - Bearing)
    • Catatan : * Kaset diletakkan ditempat khusus untuk proyeksi metode weight bearing agar daerah longitudinal arch terproyeksi dalam film.
    • Posisi pasien : pasien diposisikan standing upright / berdiri tegak (erect pada bidang yang datar)
    • Posisi objek : kaset diletakkan diantara os.cruris dengan sisi depan kaset menghadap os.pedis yang akan difoto.
    • FFD : 90 -100 cm
    • CR : Horizontal, tegak lurus terhadap kaset
    • CP : Pada titik di atas the base of metatarsal III
    • Kriteria gambar : tampak gambaran lateromedial pedis dengan posisi weight-bearing, tampak struktur gambaran longitudinal arch os.pedis.
 
  • Proyeksi AP Axial (Methode Weight-Bearing)
    • Posisi Pasien : Pasien diposisikan standing-upright/berdiri tegak/erect.
    • Posisi Obyek : Letakkan kaset diatas lantai. Pasien berdiri diatas kaset. Letakkan marker sesuai dengan posisi kaki. Letakkan penggaris pengukur (skala) untuk mempermudah memposisikan kaki agar simetris.
    • FFD : 90 – 100 cm 
    • CR : 10º / 15º kearah tumit 
    • CP : pada The level of the base of Metatarsal III 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran AP Axial os pedis kanan dan kiri.

  • Proyeksi AP Axial (Weight Bearing Composite Methode) 
Posterior Angulation 15° kearah tumit.

    • Posisi pasien : Pasien standing-upright/erect.
    • Posisi obyek : Salah satu pedis pasien diletakkan diatas kaset horisontal.
    • CR : 15° kearah tumit. 
    • CP : The Base of Metatarsal III 
    • Kriteria gambar : Tampak gambaran pedis AP Axial. 
Anterior Angulation 25° kearah phalanx.
    • Posisi pasien : Pasien standing-upright /erect. 
    • Posisi obyek : Salah satu pedis pasien diletakkan diatas kaset horisontal.
    • CR : 25° kearah phalanx. 
    • CP : Permukaan posterior ankle.
    • Kriteria gambar: Tampak gambaran pedis AP Axial pada bagian posterior.
 >>   Semoga Bermanfaat  <<

SOP RONTGEN OSSA MANUS

Kali ini saya akan menjelaskan Standar Pembuatan foto rontgen pada Ossa Manus yang ada pada RS YMC Lampung Tengah : 

Pengertian : Pemeriksaan dengan menggunakan sinar X pada organ / Ossa Manus / Tulang telapak tangan. Sehingga menghasilkan gambaran tulang telapak tangan pada selembar film rontgen.

MELAKUKAN FOTO RONTGEN OSSA MANUS
( Tulang-tulang telapak tangan)
No. Dokumen

No. Revisi
Halaman
1
STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR
Berlaku Mulai :
Ditetapkan
Direktur RS. Yukum Medical Centre



(dr. Titin Prihatini S.)
Pengertian
Pemeriksaan dengan menggunakan sinar X pada organ / Ossa Manus / Tulang telapak tangan. Sehingga menghasilkan gambaran tulang telapak tangan pada selembar film rontgen.
Tujuan
1.      Mengetahui anatomi tulang ossa manus/telapak tangan.
2.      Mengetahui apakah ada fraktur/patah tulang pada ossa manus.
3.      Mengetahui apakah ada dislokasi pada sendi ossa manus.
4.      Untuk tindakan terapi selanjutnya sebelum perawatan.
Kebijakan
  1. Mohon dilakukan tindakan kegawat daruratan terlebih dahulu sebelum dilakukan foto rontgen oleh petugas UGD.
  2. Jika memungkinkan pasien di pasang sepalek / penyangga sehingga memudahkan dalam mengatur posisi objek.
Petugas
Seluruh radiografer
Peralatan





























  1. Alat Rontgen
  2. Film Rongsen + Kaset ukuran 24x30 cm
  3. Bahan kimia untuk mencuci film rontgen
  4. Hanger film sesuai ukuran
  5. Pengering film
  6. Marker R/L
PROSEDUR PELAKSANAAN

      I.    Posisi pasien
Pasien duduk menyaping disisi meja pemeriksaan, kaset di letakan diatas meja pemeriksaan dan tangan yang akan dilakukan pemotretan diletakan diatas kaset posisi film bisa dilakukan 2 kali ekspose dalam satu film. (dibagi 2 sebelah kanan dan sebelah kiri)

   II.     Posisi Anterior Posterior (AP)
a.   Posisi Objek : Telapak tangan menempel pada kaset, jari tangan lurus.
b.    FFD : 90cm, CR : Vertikal, CP : Caput metacapal digit III.
c.   Kreteria gambar : Tampak gambaran tulang-tulang tangan (ossa carpalia, ossa metacarpalia, dan phalanx ( kecuali phalanx ibu jari dalam posisi oblik).

III.     Posisi Oblique Posterior
a.    Posisi Objek : Posisi ulna jari kelingking menempel pada kaset, telapak tangan endorotasi membentuk sudut 450 terhadap kaset, jari yang lain di atur renggang, dengan ujung jari menempel pada kaset.
b.    FFD : 90 cm, CR : Vertikal, CP : Metacarpophalangeal joint digit III.
c.    Kreteria gambar : Ossa manus seluruhnya tampak, kecuali phalanx ibu jari digit I.

 IV.      Posisi Lateral
a.    Posisi Objek : Telapak tangan sisi ulna menempel pada kaset, vertikal terhadap permukaan kaset, jari-jari tangan merapat dengan posisi fleksi.
b.   FFD : 90 cm, CR : Vertikal, CP : Caput metacapal digit II.
c.    Kreteria gambar : Tampak gambaran tulang seluruh jari-jari dengan posisi fleksi, gambaran ossa carpalia, ossa metacarpalia dan phalanx superposisi kecuali metacarpal digit I.

Hal yang perlu diperhatikan:
  • Selama melakukan tindakan atau pemotretan tergantung keadaan umum pasien, jika posisi objek tidak dapat di lakukan lateral maka posisi film dan alat di buat posisi sinar horisontal.
  • Jika keadaan ossa manus/tulang telapak tangan mengeluarkan banyak darah mohon dihentikan dahulu pendarahannya karena jika masuk ke dalam kaset/film akan menganggu gambaran film rontgen
  • Perlu diperhatikan dalam melakukan pencucian di kamar gelap, hindari pengulangan foto rontgen.

    V. Sikap : Tepat, teliti, sabar, dan sopan dalam melakukan tindakan pemeriksaan.

Unit Terkait
Unit Gawat Darurat
Poli Umum
Rawat Inap
Rawat Jalan
Dokter Rujukan Luar RS
Wanita hamil memang harus selalu ekstra hati-hati dalam segala hal jika ingin menjaga kehamilannya agar tetap aman dan sehat. Bahaya ada dimana-mana, dan salah satunya adalah bahaya sinar rontgen. Bagi wanita yang buta akan hal ini akan sangat berbahaya karena foto rontgen bisa mengakibatkan dampak fatal bagikehamilan, seperti cacat pada bayi yang kerap kali terjadi pada masa kehamilan muda dan lain sebagainya. Wanita yang sedang hamil ada baiknya tidak melakukan pemeriksaan dengan menggunakan sinar x ray, terutama bagi mereka yang masa kehamilannya masih dini atau pada trimester kedua, dimana organ-organ janin mulai terbentuk. Untuk wanita hamil yang kehamilannya sudah menginjak trimester akhir, pemeriksaan menggunakan x ray juga tidak bisa dilakukan begitu saja. Jika bisa dihindari, sebaiknya dihindari, atau jika memang terpaksa harus dengan pengawasan dokter. Radiasi yang dipancarkan pun harus tidak boleh melebihi 10 rad. Karena kelebihan rad akan berakibat pada keterbelakangan janin serta gangguan di daerah mata. Jika pemeriksaan x ray dilakukan di area dada, maka tidak boleh lebih dari 290 milirad.
Selain menimbulkan keterbelakangan otak, cacat tubuh, dan gangguan mata, sinar x ray yang berlebihan juga bisa berakibat pada kanker darah atau leukimia. Lalu jika x ray yang digunakan masih sesuai standar apakah masih aman? Memang kemungkinan resiko penggunaan x ray dengan jumlah standar ini akan lebih kecil, tapi bukan berarti aman sama sekali. Anda harus selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan pemeriksaan apapun demi menjaga keselamatan bayi tercinta anda.
Salah satu contoh yang perlu anda perhatikan adalah, ketika anda sedang ingin memeriksakan gigi anda yang sedang bermasalah ketika hamil. Sebagian pemeriksaan gigi menggunakan rontgen. Pastikan anda meminta saran terlebih dahulu dari dokter jika pemeriksaan bisa dilakukan tanpa sinar rontgen ini atau dilakukan dengan alternatif lain yang lebih aman untuk janin anda. Rajin-rajin juga membaca buku-buku atau artikel yang bermanfaat bagi anda seputar larangan dan hal-hal yang dilakukan oleh ibu hamil. Dengan mengetahui bahaya maka anda akan lebih aman. Pastikan anda membekali diri dengan informasi yang tepat supaya anda bisa menjaga kehamilan anda sendiri dan menyelamatkan bayi anda dari hal-hal yang tidak anda inginkan atas ketidaktahuan anda pada masalah-masalah kesehatan dan lain sebagainya. Jadilah ibu yang kritis dan selalu ingin tahu untuk menghindari hal-hal negatif yang bisa kapan saja muncul ketika anda hamil. Cari pengetahuan lebih tentang aturan-aturan penggunaan sinar x ray dan alternatif yang tepat. Jangan melakukan tindakan gegabah karena akan berakibat fatal. Tidak hanya menghindari penggunaan sinar x ray, tetapi anda juga harus waspada dengan hal-hal lain yang beresiko bagi bayi anda, seperti bahaya radiasi bagi kehamilan misalnya.

Rontgen Gigi


Pusat Pengobatan Kanker – Sebaiknya waspada, Bagi Anda yang sering melakukan pemeriksaan gigi menggunakan sinar x atau rontgen. Sebuah penelitian terbaru di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada 10 April 2012 dalam jurnal Cancer mengindikasikan, bahwa mereka yang sering menjalani rontgen pada gigi memiliki risiko lebih besar mengidap tumor kepala yang biasa disebutmeningioma.
Pada lapisan dalam tengkorak tumor ini tumbuh. Kebanyakan tumbuh secara lambat, tapi mereka dapat menyebabkan masalah dan bahkan bisa mematikan jika mulai memberikan tekanan di otak.
Dalam penelitiannya, para akademisi dari Yale University School of Medicine di New Haven, Connecticut, dan Brigham and Women Hospital, Boston, Mass, melakukan pengamatan terhadap 2 metode penyinaran (x-ray) yang disebut “bitewing” dan Panorex.
Penelitian itu melibatkan hampir 3 ribu orang dewasa berusia 20 sampai 79 tahun, sekitar setengah (1.433 orang) di antaranya didiagnosis menderita tomor. Peneliti menemukan, pasien yang sering menjalani radiasi sinar x atau rontgen pada area gigi berkaitan dengan risiko lebih tinggi mengembangkan kanker.
Secara khusus, pasien yang pernah menjalani pemeriksaan Panorex sekali setahun atau lebih, memiliki risiko 2,7 hingga 3 kali lebih besar mengidap kanker meningoma, tergantung pada usia,  dibanding orang yang tidak pernah melakukan rontgen ini. Sementara peserta yang pernah melakukan rontgen “bitewing” setidaknya setiap tahun, risikonya 1,4 – 1,9 kali lebih besar menderita kanker meningioma.
Meningioma adalah tumor pada selaput pelindung otak, yang lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama di usia 50 sampai 60 tahun. Tapi, kebanyakan meningioma bersifat jinak.
“Meskipun pasien dengan masalah gigi saat ini mendapatkan paparan radiasi yang lebih rendah daripada di masa lalu, tetapi peneliti meminta dokter gigi dan pasien untuk mempertimbangkan kapan dan kenapa rontgen itu perlu dilakukan” kata Penulis studi Dr Elizabeth Claus.
“Saya berharap penelitian ini akan membantu untuk meningkatkan kesadaran tentang penggunaan rontgen gigi secara optimal,” katanya.

Dinsdag 04 Junie 2013

Efek Radiasi Terhadap Manusia Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan. Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri. Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik. Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi. Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit). Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi. Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama. Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis. Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul. Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis Ambang. Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih. Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut EFEK STOKASTIK. Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih. Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

RADIOLOGI/FOTO THORAX

RADIOLOGI / FOTO THORAX Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu. Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah : - untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler) - untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax) - untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB) - untuk memeriksa keadaan jantung - untuk memeriksa keadaan paru-paru Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis. Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging thorax tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang diperoleh dari CXR. Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif tubuh dan arah pancaran X-ray. Gambaran yang paling umum adalah posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral. 1. Posteroanterior (PA) Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior (back) dari thorax dan keluar dari anterior (front) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan gambaran ini, individu berdiri menghadap per

SEJARAH RADIOLOGI


SEJARAH RADIOLOGI

Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen.
Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru itu.
Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini menghitamkan kertas potret. Selain foto tangan istrinya, terdapat juga foto-foto pertama yang berhasil dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di dalam kotak kayu, diantaranya sebuah pistol dan kompas.
Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di Perancis, pda tahun 1895 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat hampir sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu juga. Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur thorium pada awal tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang sama pasangan suami istri tersebut menemukan unsur ketiga yang dinamakan polonium sebagai penghormatan kepada negara asal mereka, Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka menemukan unsur radium yang memancarkan radiasi kira-kira 2 juta kali lebih banyak dari uranium.
Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya mengumumkan segala yang diketahuinya tentang sinar X tanpa mencari keuntungan sedikitpun, maupun Marie dan Piere Curie yang juga melakukan hal yang sama, menerima hadiah Nobel. Roentgen menerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan Piere Curie pada tahun 1904. Pada tahun 1911, Marie sekali lagi menerima hadiah Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini merupakan kejadian satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel dua kali. Setelah itu, anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene Curie juga mendapat hadiah Nobel dibidang penelitian kimia bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931.
Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan baru, tidak semua orang menyambutnya dengan tanggapan yang baik. Ada saja yang tidak senang, malahan menunjukkan reaksi negative secara berlebihan. Suatu surat kabar malamdi London bahkan mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan orang dapat melihat tulang-tulang orang lain seakan-akan ditelanjangi sebagai suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu, Koran tersebut menyerukan kepada semua Negara yyang beradab agar membakar semua karya Roentgen dan menghukum mati penemunya.
Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana dan rok yang tahan sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika Serikat, diadakan suatu ketentuan hokum yang melarang pemakaian sinar-X pada kacamata opera. Untunglah suara-suara negatif ini segera hanyut dalam limpahan pujian pada penemu sinar ini, yang kemudian ternyata benar-benar merupakan suatu revolusi dalam ilmu kedokteran.
Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat fisika dan kimia sinar yang diketahuinya, namun yang belum diketahui adalah sifat biologiknya. Sidat ini baru diketahui beberapa tahun kemudian sewaktu terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna akibat penyinaran Roentgen. Mulai saat itu, banyak sarjana yang menaruh harapan bahwa sinar ini juga dapat digunakan untuk pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup manusia. Tetapi lama kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan kedua abad ke-20, ternyata banyak pionir pemakai sinar Roentgen yang menjadi korban sinar ini.
Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa kerusakan pada sel-sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya sekedar perubahan warna sampai penghitam kulit, bahkan sampai merontokkan rambut. Dosis sinar yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan lecet kulit sampai nekrosis, bahkan bila penyinaran masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat menjelma menjadi tumor kulit ganas atau kanker kulit.
Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui bahwa puluhan ahli radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini. Nama-nama korban itu tercantum dalam buku yang diterbitkan pada waktu kongres Internasional Radiologi tahun 1959 di Munich: Das Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen aller Nationen.
Salah seorang korban diantara korban sinar Roentgen ini ialah dr.Max Hermann Knoch, seorang Belanda kelahiran Paramaribo yang bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah dokter tentara di Jakarta yang pertama kali menggunakan alat Roentgen maka ia bekerja tanpa menggunakan proteksi terhadap radiasi, seperti yang baru diadakan pada tahun lima puluhan. Misalnya pada waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun 1904, dr.Knoch telah menderita kelainan-kelainan yang cukup berat, seperti luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Pada tahun 1905 beliau dikirim kembali ke Eropa untuk mengobati penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali lagi ke Indonesia dan bekerja sebagai ahli radiologi di RS.Tentara, Surabaya, sampai tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke Jakarta, dan bekerja di rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya hamper seluruh lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh penyakit yang tak sembuh yaitu nekrosis, bahkan belakangan ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau sampai di amputasi salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Pada tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah menderita metastasis luas di paru-parunya.
Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang dapat berlanjut sampai berupa kanker kulit bahka leukemia, maka mulailah diambil tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan tersebut. Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International Committee on Radiation Protection, yang menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan selama seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka tidak perlu khawatir akan bahaya sinar Roentgen.
Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar Roentgen tersebut adalah: menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan alat-alat proteksi bila harus berdekatan dengan sinar seperti sarung tangan, rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan mengadakan pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan pemeriksaan darah, khususnya jumlah sel darah putih (leukosit).
Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut laporan, alat Roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini, sinar Roentgen terutama digunakan di Rumah sakit Militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya. Ahli radiologi Belanda yang bekerja pada Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun sebelum perang dunia ke II adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai melakukan radioterapi disamping radiodiagnostik.
Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini adalah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliau mula-mula bekerja di Semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan Jepang dipindahkan ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang.
Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah seorang bayi di pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias Johannes, yang dikemudian hari berkecimpung di bidang radiologi.
Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota Palembang, dr. Johannes jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap perlu dirawat untuk waktu yang cukup lama di rumah sakit CBZ Jakarta. Penyakit yang diderita ialah nyeri pada lutut kanan yang akhirnya menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat di CBZ Jakarta, beliau sering diperiksa dengan sinar Roentgen dan inilah saat permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes mendapat brevet ahli radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939. Beliau dikukuhkan sebagai guru besar pertama dalam bidang radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1946.
Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari perkembangan-perkembangan ilmu radiologi selama beberapa bulan di Eropa. Beliau berangkat dengan kapal Oranje dari Tanjung Priok. Pada saat keberangkatan, beberapa anggota staf bagian radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri Handoyo dan Aris Hutahuruk alm. turut mengantar beliau. Prof. Johannes meninggal dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada bulan September 1952. selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga menderita Herpes Zoster pada matanya, suatu penyakit yang sangat berbahaya.
Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh radiologi kaliber dunia, maka pada kongres radiologi internasional tahun 1959 di Munich, delegasi Indonesia di bawah pimpinan Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan foto beliau di antara Martyrs of Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan khusus kongres tersebut. Tahun 1968 beliau dianugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan pada tahun 1978 jenazah almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan Kalibata.
Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para ahli radiologi, melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung dalam radiologi termasuk radiographer. Beliau juga adalah Bapak Radiologi dalam bidang pendidikan dan keorganisasian. Beliaulah yang mengambil prakarsa untuk mendirikan Sekolah Asisten Roentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai mendirikan organisasi yang mendahului Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI) yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952.
Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP yaitu G.A.Siwabessy, Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan Sekolah Asisten Roentgen karena dirasakan sangat perlunya tenaga asisten Roentgen yang berpendidikan baik.
Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya menerima murid lulusan SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata Roentgen (APRO) yang menerima siswa lulusan SMA.